Sunday, August 29, 2010

Terlukainya Kebebasan Pers*

* Kebebasan pers adalah bagian dari hak asasi manusia. UUD 45 pasal 28 berbunyi: “Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”

Mahasiswa merupakan golongan masyarakat yang mendapatkan pendidikan tertinggi serta memiliki wawasan yang luas untuk bisa bergerak diseluruh aspek kehidupan dan merupakan generasi yang bersinggungan langsung dengan kehidupan akademis dan politik kampus. Dalam tataran kehidupan kampus terdapat LKM (Lembaga Kedaulatan Mahasiswa) yang merupakan representasi dari mahasiswa. Dii sini LPM DIANNS sebagai salah satu lembaga otonomi fakultas yang ada di LKM FIA UB. Yang bergerak dalam ranah Pers Mahasiswa yang berfungsi sebagai penyampai informasi publik. Selain itu pers mahasiswa juga memiliki kewajiban dalam kontrol sosial di lingkungan kampus.

Mengapa sebagai kontrol sosial dan pemberi informasi? Karena di perguruan tinggi memang membutuhkan adanya saluran informasi terkini untuk mengetahui apa yang tengah terjadi dan penyikapan sesuatu hal yang sedang berlangsung di lingkungan kehidupan kampus.

Cukup prihatin sekali melihat kondisi kegiatan pers mahasiswa LPM DIANNS dalam hal peliputan PKK MABA di FIA UB. Misalkan, untuk meminta wawancara saja hanya bisa dilakukan di luar area steril hanya dapat dilakukan dengan Ketua Pelaksana saja, sedang panitia lain tidak bisa dikonfirmasi. Padahal reporter membutuhkan narasumber dari berbagai pihak untuk melengkapi isi berita. Tidak hanya itu, untuk pengambilan foto pun juga dilarang. Pembatasan ini tidak hanya dalam mendapatkan akses informasi, namun juga dalam hal mempublikasikan media cetak yang telah kami terbitkan pun juga dibatasi. Bahkan, bahkan kondisi ini mendapat dukungan dari Pembantu Dekan III. Artinya, pimpinan fakultas pun turut melukai kebebasan pers . Telah jauh-jauh hari, mereka kompak mewacanakan agar seluruh maba tidak menerima “selebaran”. Padahal, selebaran yang kami sajikan adalah media cetak yang justru membantu panitia untuk memberikan akses informasi pada mahasiswa baru.

Mengapa kebebasan pers di FIA untuk mendapatkan informasi dibatasi?. Padahal di lain tempat, kebebasan pers mahasiswa di UB seperti, LPM SOLID di fakultas TEKNIK kondisinya lebih baik daripada kondisi di FIA. Mereka bisa meliput secara leluasa termasuk juga dalam penyebarannya.

Media informasi yang diterbitkan oleh LPM DIANNS adalah bulletin RADIKAL tersebut merupakan info seputar PKK MABA 2010 aktual dan faktual yang bermanfaat bagi mahasiswa baru. Apakah masih pantas apabila bulletin yang kami terbitkan setiap hari selama PKK MABA, kemudian dibagikan pada saat open house (perkenalan Lembaga Otonomi Fakultas) pada hari sabtu tanggal 7 Agustus 2010?

Seyogyanya fungsi LPM DIANNS juga sebagai monitoring dalam pelaksanaan PKK MABA FIA UB. Berkaitan dengan isi berita bulletin RADIKAL yang dikhawatirkan oleh berbagai pihak memiliki unsur provokasi, saya katakan,TIDAK. Mengapa pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan PKK MABA terlalu berlebihan ketakutannya mengenai ruang gerak pers mahasiswa?. Peristiwa ini juga sudah menimbulkan kekecewaan teramat besar bagi seluruh anggota LPM DIANNS yang turut andil dalam proses penerbitan buletin PKK MABA. Saya menilai, suatu bentuk kreativitas dari kawan-kawan LPM DIANNS sudah tidak dihargai lagi. Sepertinya mahasiswa tidak lagi bebas mengekspresikan pendapatnya sebagai intelektual muda. Jika hal ini dibiarkan terus menerus, sifat kritis dan dinamis pers mahasiswa makin lama makin tumpul keberadaannya.