Monday, January 24, 2011

Tradisi "Menulis" adalah Pilar Utama Bagi Mahasiswa

Sudahkah anda MENULIS, pembaca setia TULISAN RUSAK??hhehehe..  
~menggunakan kata "gue" (lebih nyaman&asik aja)

Ngomong-ngomong soal menulis, mungkin yang terlintas dibenak kalian semua itu adalah kerjaan nya anak yang ikut di organisasi karya tulis maupun jurnalistik pada umumnya.

“Menulis”, itulah suatu hal yang lagi gue geluti sekarang ini. Artinya saya lagi banyak belajar soal menulis yang baik itu bagaimana. Berkaitan dengan menulis, pada tahun 2007 akhir gue bergabung di organisasi fakultas di bidang jurnalistik yaitu Lembaga Pers Mahasiswa DIANNS. Namun kegiatan menulis, baru gue lakukan pada pertengahan tahun 2008 akhir menjelang 2009. Wah cukup lama juga baru ada niat menulis..

Bagi gue, waktu itu kegiatan menulis adalah hal yang sulit dan ribet. Karena menulis itu ga mudah seperti yang gue bayangkan. Dan lambat laun, selama setahun gue tidak produktif di dalam lembaga tersebut, akhirnya hal itu menjadi sebuah kebutuhan bagi gue. Mengapa menjadi kebutuhan? Karena ketika gue sudah masuk dalam organisasi tersebut, dan organisasi yang bergerak di bidang tulis-menulis, Maka akan “malu” sekali apabila gue tidak bisa menulis.
Ya, gue malu pada diri gue sendiri karena pada waktu itu masih belum bisa menulis. Namun dengan dibekali rasa malu tersebut, gue bertekad untuk menulis. Sadaaapp .. !

Kegiatan yang dilakukan di organisasi saya bukanlah tulis-menulis Karya Tulis. Namun lebih pada menulis berita, artikel,dan lain-lain kecuali Karya Tulis. Masih ingat, pada tulisan pertama gue yaitu judul nya “Kaji Ulang UU BHP”. Dimana pada saat itu Eksekutif Mahasiswa mengelilingi kompleks universitas dan melakukan orasi di tiap-tiap fakultas oleh Presiden BEM  masing-masing fakultas. Dan ketika gue melakukan peliputan tersebut dan wawancara dengan beberapa narasumber. Segera saya mengolah data wawancara tersebut menjadi sebuah tulisan. Dilakukan dengan sendiri,dalam sehari dan sudah melewati pintu editor keredaksian. Akhirnya tulisan gue pun jadi dan di publikasikan di Mading Radikal DIANNS.

Dari tulisan pertama itulah, muncul dorongan kuat untuk menghasilkan tulisan lagi. Karena gue sering baca koran Kompas dan sebenarnya koran favorit gue (apalagi rubrik OPINI). Hasrat pengen nulis terus ada dan semakin kuat, dan Kompas melahirkan newmedia yaitu “KompasKampus”. KompasKampus merupakan media saluran untuk mahasiswa. Siapa saja bisa mengirimkan opini nya. dan memang untuk di KompasKampus itu terbit tiap selasa seminggu satu kali aja.dan topiknya pun selalu diperbaharui sebelum terbit edisi berikutnya. Namun pada akhirnya, 3 kali gue ikut mengirimkan opini di KompasKampus pun tak pernah terpublikasikan juga. Hufff…*muka melas. Apalagi dengan motivasi dari Ainul Hayat pun juga sudah menggerakan budaya untuk menulis di media cetak. Karena bila ada mahasiswa yang menulis kemudian tulisannya masuk di media cetak akan mendapat reward. Catatan : jangan lupa traktiran sama temen sekitar nya yoo… J hehe.
Pasrah dengan tidak bisa dimuat di media cetak, blog dan kompasiana meruapakan pelampiasan paling ampuh buat nge-wadahin tulisan-tulisan gue. Hahaha…

Untuk menulis itu hal tersulit nya adalah “Memulai”nya. terkadang di otak pikiran kita memang segudang pemikiran yang terangkai kata-kata. Lebih mudah mengeluarkan kata-kata tersebut melalui lisan, dan terasa sulit mengeluarkannya pada sebuah tulisan. Yaps..benar itu. Apalagi pada orang yang masih awam dalam hal menulis..tentu akan bingung (saya mau menulis apa ya?). tapi kalo awalnya udah bisa terangkai semua, kemudian kalimat selanjutnya akan ngalir dengan sendirinya deh.. terbukti, gue udah pernah koq,ckkckck…

Nah ini dia yang harus terus dipupuk -à Menulis itu sebenarnya bisa menjadi hal yang mudah apabila kalian banyak membaca. Kata pakar Penulis Kompasiana, menulis itu gampang lho asal banyak membaca. Nah, pertanyaannya sekarang adalah, apakah kalian sudah membaca hari ini? Berapa artikel yang sudah kalian baca hari ini apakah itu koran cetak, e-news dimana sekarang zamannya serba internet. Dikit-dikit online facebook,twitter,dan lain-lain.hehehe…

Persepsi-persepsi yang berkembang, bahwa “menulis itu sulit”. Mending kalimat suram itu di delete aja. Tidak ada persyaratan untuk orang bisa menulis itu harus ikut ini atau itu. Karena menulis itu adalah kebiasaan sehari-hari kita. Seperti saat kita kuliah,nah kita menulis juga kan di buku catatan.
Menulis adalah sebuah kreativitas. Bagi gue menulis itu adalah kegiatan yang dilakukan oleh kaum intelektual. Karena ketika mereka menulis, tentu dan tidak mungkin mereka akan menyebarluaskan sesuatu yang positif. Berupa pemikiran dari tiap orang, atau sekedar kisah hidup yang bisa dibagikan kepada banyak orang yang sifatnya memotivasi/menginspirasi.

Menulis itu keren, apalagi loe bisa jadi penulis Novel atau Buku. (Aduhai…impian banget deh,ya allah) Namun menjadi penulis itu juga ga gampang. Perlu perjuangan dan terlatih banget. Gue juga ga ngerti apakah tulisan gue sendiri itu bisa diterima pembaca dan sangat memberikan sesuatu yang manfaat atau sekedar hiburan ecek..ecek gitu deh..  yang kemudian saya tuang di blog gue TULISAN RUSAK. Wallahualam…
“Membaca dan menulis harus dijadikan tradisi keilmuan bagi mahasiswa. Tradisi mendengar/membaca, tradisi berfikir, dan tradisi menulis adalah pilar utama bagi mahasiswa cerdas.” Kurang lebih itulah wejangan seorang dosen salahsatunya adalah Ainul Hayat (selaku staf Pembantu Dekan III). Tapi bukan tradisi menulis/membuat makalah copy paste lho yaa .. J

Selain itu akan lebih mengasyikkan lagi dengan mengikuti kegiatan organisasi yang ada di UB, seperti diskusi pada khususnya. Ikuti aja.. diskusi yang ada di FIA seperti : LPM DIANNS, Humanistik dengan “P-Man” nya, RSC, Kajian Forkim, dan FLS (Forum Lungguh Silo). Walaupun emang kegiatan tersebut emang sepi peminatnya, dan terasa membosankan, dan tindak lanjut nya kadang ada kadang enggak. Bagaimanapun juga kegiatan tersebut merupakan sebuah awal dari GERAKAN ANTI KEBODOHAN!!. Dan hasil dari kita mengikuti diskusi tersebut, kita coba deh dituangin lewat tulisan. Minimal semacam di artikel kan atau di diary (catatan harian) pribadi dalam kehidupan sehari-hari loe pada.


Sejauh ini, gue selalu mencoba produktif untuk menulis walaupun masih lambat lari-nya. tapi dari menulis banyak kesan yang gue dapet dari menulis entah itu kepublish tulisannya,winner lomba artikel.   menulislah dan loe coba rekam kehidupan dan guncang dunia dengan tulisan-tulisan loe. Seru aja rasanya… dan buktikan deh apa yang terjadi pada diri loe. 

Oleh : Gita Rizky Prodipta

Tuesday, January 18, 2011

Lagu Jayus untuk Gayus dan Fulus

Lagu ”Andai Aku Jadi Gayus Tambunan”


11 Maret
Diriku masuk penjara
Awal ku menjalani
Proses masa tahanan

Hidup di penjara
Sangat berat kurasakan
Badanku kurus
Karena beban pikiran

Kita orang yang lemah
Tak punya daya apa-apa
Tak bisa berbuat banyak
Seperti para koruptor

Andai Ku Gayus Tambunan
Yang bisa bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya
Pasti bisa terpenuhi

Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan

Selanjutnya….Tarraaaaaaaangggggg..!!

Wow... kalo gue jadi juri di “Pengamen IndieFest”kemudian skala 10-100, gue akan ngasih nilai 100 buat pencipta sekaligus penyanyi dari lagu diatas. Dan otomatis jadi skor mutlak untuk menang..hhehehe
Hemmsss.. bukan karena apanya juga yeee? Tapi emang dari segi kualitas musik dan konten isi lirik lagunya nendangbanget…sipplah.

Well, pencipta lagu “Andai Aku Jadi Gayus Tambunan” ini bernama Om Bona Paputungan. Beliau asal Gorontalo. Dan perlu diketahui loh, pria berkulit rada hitam ini mantan napi juga yang baru bebas. Makanya di bait awal lirik lagunya menjelaskan dia pernah masuk penjara. Dan ini merupakan pengalaman sesungguhnya.. a.k.a true story.

Menurut Djohan (2003 : 7-8), bahwa musik merupakan perilaku sosial yang kompleks dan universal yang didalamnya memuat sebuah ungkapan pikiran manusia, gagasan, dan ide-ide dari otak yang mengandung sebuah sinyal pesan yang signifikan. Pesan atau ide yang disampaikan melalui musik atau lagu biasanya memiliki keterkaitan dengan konteks historis. Muatan lagu tidak hanya sebuah gagasan untuk menghibur, tetapi memiliki pesan-pesan moral atau idealisme dan sekaligus memiliki kekuatan ekonomis. T.E.P.A.T dengan latarbelakang lagu tersebut dilahirkan untuk apa?hemmmmsss..

Lagu juga bagian dari seni loh, seni yang memiliki konteks untuk menginventariskan kejadian-kejadian yang dewasa ini tengah terjadi.
Nah langsung contohnya aja à  lagu ”Andai Aku Jadi Gayus Tambunan”.  Lagu dari sekian banyaknya lagu bersejarah dan berpengaruh yang pernah ada di Indonesia.
Judul lagu tersebut menyindir perlakuan hukum terhadap terdakwa mafia pajak gayus tambunan yang sampai saat ini sangat menyita perhatian publik gara-gara orang kerdil ini yang begitu hebatnya bisa holiday ke Bali dan luar negeri dengan menggunakan paspor palsu, padahal semestinya mendekam dalam penjara, kan??.

Lagu karya Om Bona ini begitu laris terdengar di telinga kita melalui televisi. Setiap salah satu media elektronik yang memberitakan soal kasus Gayus Tambunan pasti ada tayangan video klip ”Andai Aku Jadi Gayus Tambunan” tersebut.

Yuukk..mengulas  sebagian dari lirik lagu ”Andai Aku Jadi Gayus Tambunan” yaitu,


Kita orang yang lemah
Tak punya daya apa-apa Tak bisa berbuat banyak Seperti para koruptor


Menurut gue bahwa, seorang gayus dengan gelarnya yaitu KORUPTOR bisa melakukan apa saja sesuai kehendaknya(ahh ini mah udah basi,git).  emang sih kebanyakan koruptor tuh ingin mendapat perlakukan yang berbeda (istimewa) dan hal ini diamini pula oleh aparat penegak hukum kita, gila gak sih??damn!!. Masih ingat dengan kasus arthalita? Ruangan penjara khusus serba terfasilitasi dengan lengkap. Dan bagaimana dengan napi yang notabene-nya orang lemah a.k.a biasa-biasa aja? ~mereka hidup diruangan yang serba terbatas dan sempit. Belum lagi juga harus menghadapi tekanan dari sesama napi lain di dalam satu ruangan.
Tapi HAMK (Hak Asasi Manusia Koruptor) lebih diperhatikan daripada hati nurani dirinya sendiri sebagai penegak hukum bahwa "lo sebagai aparat penegak hukum jangan mau dijadikan komoditi subur bagi para napi koruptor yang bergelimang harta!!" persetan lah aparat penegak hukum adalah orang yang nomor satu urusan MORAL dan gembar-gembor ngomong KEADILAN. cuiihhh! Sekali lirik, lobby dikit, yang penting asyik, langsung dah lupa sama jeritan rakyat.  
Kemudian diperjelas lagi opini diatas dengan  lirik sebagai berikut,


Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli

Dan apa? Ternyata hukum kita bisa dibeli L miris sekali mendengarnya.
Sangking lucunya..ada-ada saja plesetan yang dibuat oleh para kreator sotosop kaskuser terhadap foto gayus tambunan dan tokoh-tokoh lainnya yang menjadi pemberitaan publik. (pemberitaan yang negatif aja loh) . dan kalian semua pengguna jejaring sosial seperti kaskus,facebook,twitter juga udah pada ngerti gambar-gambar plesetan-nya yang kayak gimana aja.

Hukum masih bisa dibeli?ooou..tidak bisaaa. Bisaa ko, coba aja di indonesia. Ga percaya? MURTAD loe ! hahaha
*iklan

“no problem”. Dengan modal duit segepok akang Gayus bisa lenggang kangkung keluar masuk jeruji besi,beton,marmer,hutan,dan lain-lain lah pokoknya. Dan perlu diketahui untuk bisa keluar penjara aja, setidaknya akang Gayus harus mengeluarkan uang sebesar Rp.50 juta sampai Rp. 60 juta per bulan Man…!! ditambah lima hingga enam juta rupiah untuk penjaga rumah tahanan. Daaaann… menurut harianberita.com  total uang yang sudah dikeluarkan Gayus sejak Juli 2010 sekitar Rp. 368 juta untuk menyuap Kepala Tahanan Mako Brimob Komisaris Polisi Iwan. Setiap keluar tahanan Gayus pun mengeluarkan satu hingga Rp. 1,5 juta.
Sebelumnya dalam mega skandal mafia pajak yang kini masih berproses hot-hot-nya, Gayus juga telah menggelontorkan uangnya hingga Rp. 20 miliar untuk polisi, jaksa, hakim, dan pengacara. Rata-rata mereka mendapat lima miliar rupiah. Wew…bayangin uang segitu banyaknya??*ngiler..cessss
Uang miliaran milik rakyat akan habis dimakan oleh koruptor-koruptor dalam pajak ini, dibanding mafia hukum dan mafia pajak.

Dan Gayus benar-benar bagai jadi ATM berjalan bagi penegak hukum(anjirrrr..!!). Inilah sebuah ironi di negeri ini bahwa uang bisa membeli segalanya.
Semua bisa dibeli dengan uang Bung!! Yoiiksss… :D

Lagu Andai Aku Jadi Gayus Tambunan, akan menjadi saksi sejarah dari lahirnya mega kasus mafia pajak yang begitu memilukan dari sekian pilu-nya bencana di Indonesia. Yang  nantinya bakal terus terekam di memori kita.
Kritikan dari lagu tersebut juga merupakan sebagai reaksi gambaran terhadap lemahnya kondisi  penegakan hukum di Indonesia saat ini. Hemmmss..dan lantunan lagu Om Bona ini terus berdengung di televisi dan sangat menghibur bagi kita semua, entah itu karena kelucuan dari visualisasi video klip nya atau kocokan petikan gitar nya tersebut yang begitu ramah untuk dicerna.  Kalo bisa sih dijadiin RBT atau nada dering panggilan kayaknya seru dan okeh beudddss... bahkan lagunya pun juga sudah sering diputar diradio dan ada juga yang sudah mulai di mix.



satu lagi deh.. alangkah indahnya negeri ini bila SELURUH PENGAMEN DI INDONESIA kalo ngamen pada bawain lagu ini... dan lagu-lagu lainnya yang mengandung sentilan kritik pada kondisi sosial/peristiwa yang sering terjadi di negeri ini. jadi ga melulu pengamen itu nyanyiin lagu Pop yang jadi tophits di sebuah acara musik pagi. hemsssss...
tapi nyanyian hanyalah nyanyian..lagu berasal dari beberapa kalimat bermakna. dan itu hanya format kata-kata dan hanya sebuah kata-kata saja. (apaan sih maksudnya &^%$%^##).


STOP!!berceloteng-teng... ayo dong penutupnya ahh.


Semoga dari adanya lagu yang jayus (kocak) dan mengandung kritik pedas,lugas ini, bisa membawa  perubahan sosial dalam masyarakat (khusunya Pemuda-pemudi) yang lebih baik untuk bisa lebih sadar pentingya sebuah penegakan "hukum" demi kebaikan kebenaran dan keadilan bersama di Indonesia.

Oleh : Gita Rizky Prodipta