Sunday, June 19, 2011

Tanpa Sadar atau Sadar?

LPM DIANNS - Ada yang jago bikin sajak? Mungkin Wahyu Semeru orangnya, karena lebih banyak dia frekuensi menulis kata-kata indah di blackbook DIANNS dibandingkan yang lain. Kemudian ada yang jago fotografi? Mungkin kawan Dio Rachmad, cukup berpengalaman dan lagi mendalaminya banget di bidang ini khususnya fotografi jurnalistik. Ada yang jago layout (tata letak) bulletin, jawaban ini pasti mengarah ke Rindri Andewi Gati. Ada yang jago apalagi? Oiya karikatur? Siapa ya? Mungkin Hakam Ananta karena hobi nya dalam melukis gambar di sepatu dan pernah juga menang dalam lomba karikatur tingkat BEM FIA periode 2010. Ada yang jago mengedit tulisan? Sudah tentu ialah Titin Muftiro berkat pengalaman dia menjabat menjadi redaktur pelaksana dan yang terakhir menjabat sebagai Pemimpin Redaksi, namun sayang sekarang dia sudah tidak lagi masuk dalam kepengurusan LPM DIANNS.

Lalu, siapa yang jago dalam “Menulis”?

Ada yang bisa jawab? Kasih tahu pada saya jika ada yang jago dalam menulis.

Menulis? Mungkin semua pasti bisa. Menulis apa yang dia suka, apa yang ada dipikiran masing-masing kita lalu dituangkan kedalam tulisan. Namun,bagaimana menulis yang baik dan benar?

Dalam lingkup jurnalistik pers mahasiswa. Menulis menjadi merupakan senjata nya. Amunisi atau peluru nya adalah diskusi. Lalu ketika diskusi memiliki peran yang cukup besar dalam sebuah perluasan wacana pemikiran kita, pengembangan kemampuan dalam bernalar,berargumen tapi ternyata aktivitas tersebut masih dirasa kurang. Apa kita bisa menulis yang baik nantinya? Maksudnya adalah juga produk tulisan kita nanti apakah bisa panjang tulisan nya? Hmm..

Tidak sampai disitu saja, perihal dalam menulis pun ternyata juga masih menjadi hambatan dari kawan-kawan di LPM DIANNS, khususnya bagi angkatan 2009-2010.

Bagaimana bisa menulis bagus dan baik, jika semua itu harus diperintah baru terjun ke lapangan meliput berita. Bagaimana jika bisa menulis yang baik jika baru disuruh bikin satu berita saja, sudah kelimpungan dengan melontar balik dengan berbagai macam alasan “aduh tugasku banyak”, “iya deh, aku kerjain tapi gak janji ya”, dan lain-lain, begitulah ungkapan curhat Yogi Fachri sebagai Redaktur Pelaksana kepadaku.
Tentu saja hal ini akan berdampak dari eksistensi produk kita, baik lembaga maupun suprastruktur nya. Bagaimana produk kita bisa bermutu&memikat pembaca atau masyarakat di Universitas Brawijaya khususnya di Fakultas Ilmu Administrasi kalau kita masih dalam kubangan hitam seperti itu?

Suprayogi Rachmadani, sudah memulai nya dengan menyumbangkan tulisan di FK Persma (Forum Komunikasi Pers Mahasiswa), Aryo Rachmadani juga sudah memulai tulisan pertama nya yang ditempel di papan tulis ruangan DIANNS, kemudian Annisa Nur Pratiwi yang mencoba memberikan opini nya di buletin radikal yang terbit baru-baru ini,dan penulis-penulis lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dalam buletin radikal edisi sekarang tanpa mengurangi rasa hormat. Apakah tidak ingin produk kita bisa terbit secara berkala? Apa perasaan mahasiswa/i lain ketika produk kita tidak terbit? biasa aja kah, bodo amat kah, atau kecewa karena produk kita yang selalu ditunggu-tunggu? Tinggal pilih saja, ingin nya yang mana. hmm..  Selanjutnya ini adalah ceritaku, lalu mana tulisanmu?


Thursday, June 16, 2011

Gelembung ketidakseimbangan

Dalam diskusi yang diadakan oleh kawan BEM FIA mengenai pasar modern dan pasar tradisional cukup menarik juga untuk saya simpulkan melalui tulisan,tapi gue ingin mengurai tentang economic bubble nya yang mana dalam diskusi tersebut Fadillah Putra lontarkan. Dalam sesi diskusi Fadillah Putra menyampaikan pandangan nya dan mengakhiri paparannya dengan sebuah pertanyaan, “Siapa yang kalian bela?”,tanya Fadillah Putra kepada peserta diskusi. Pertanyaan tentang siapa yang harus dibela,Fadillah Putra memberikan gambaran seperti ini.

Ketika kalian yang pro pasar tradisional adalah ingin membela kaum miskin untuk bisa terangkat taraf hidupnya yaitu sorot saja petani, maka jelas kita yang pro petani menginginkan harga sembako menjadi mahal. Bagaimana dengan buruh? Yap, buruh akan terancam, karena harga sembako mahal. Begitu juga dengan sebaliknya ketika kita pro buruh, buruh menginginkan harga sembako menjadi murah, maka petani lah yang akan terancam. Di sentil lagi sama Fadillah Putra dengan pertanyaan kawan peserta diskusi, bagaimana kebijakan tersebut bisa berjalan selaras tanpa keduanya beradu.  

Sempat diuraikan penjeasan tentang Economic Bubble atau ekonomi balon. Sebuah istilah dalam siklus ekonomi yang ditandai dengan ekspansi yang cepat diikuti oleh kontraksi, sering kali dengan cara yang dramatis.

Fadillah Putra mengambil contoh dengan yaitu pedagang cilok,maka ini bagian menarik nya. Ketika halaman depan Gedung FIA tadinya hanya ada satu pedagang cilok dan harga cilok tersebut murah,enak dan banyak. Otomatis pedagang cilok tersebut dagangannya laris manis karena hanya satu-satunya pedagang cilok di depan FIA. Karena masih belum populer dan hanya ada satu pedagang cilok, maka tingkat produksi akan meningkat. Kesejahteraan dia akan meningkat taraf hidup nya. Nah, ketika orang lain melihat hal ini adalah sesuatu peluang yang menarik juga untuk dicoba, karena ini sangat menguntungkan  maka muncul lah pedagang cilok lainnya yang mencoba berjualan di halaman depang gedung FIA.

Disini harga semakin meningkat atau harga tetap tapi porsi agak dikurangi karena ramainya pembeli . Kemudian lahir lagi pedagang berikutnya dan berikutnya.  Apa yang terjadi? Pedagang cilok lama kelamaan semakin banyak dan kemungkinan untuk laku akan berkurang,pendapatan jelas berkurang karena semakin banyaknya pesaing dan masyarakat juga sudah bosan mengkonsumsi cilok.

Siapa yang merugi? Yaitu pedagang cilok yang baru muncul. Siapa yang untung? Yaitu pedagang cilok yang muncul pertama kali berjualan sebagai trendsetternya.  Nah cerita singkat tersebut merupakan gambaran ketidakseimbangan dari maraknya bisnis tersebut .

Pak Fadillah menjelaskan bahwa, para pelaku pasar maupun ekonom tidak menginginkan grafik harga terus meningkat karena akan menyebabkan kehancuran.  Jika grafik tersebut  sampai terus menanjak tajam sampai memuncak, maka siap-siap saja menikmati letusan nya yang pada pada akhirnya akan mengalami kejatuhan harga pasar. “Idealnya adalah grafik tersebut tidak mencapai kemiringan 50 derajat lebih, bahkan kemiringan 45 derajat saja pun juga sudah was-was”, cerita Fadillah Putra.

Mungkin,bagi pedagang tidak penting memikirkan jangka pendek/panjangnya itu bagaimana,karena bagi mereka adalah yang penting dia berjualan apa yang lagi menjadi trend di masyarakat.

Friday, June 10, 2011

Hoodie Woody Freaky - Rain (lyrics)

It`s happen again, and I can see it
No sunrise again and I can feel it
It`s better to stay at home, but I won`t do it
The cloud is dark and don`t care about that

Reff :
Even the rain is fallin
I`m still gonna do
What I wanted to do
No time to think about it
Cause you with me today..hieeyay

It`s happen again
I already know
But I just believe the sun soon shine again
I`ll never give up
Cause I have a hope
Now listen to me let us run away
From this obstacle, Rain
I know you can do
Let the music push your heart
To go oooouh..

Sunday, June 5, 2011

Mulailah !


Forests: Nature at your Service, yap! itu merupakan tema Hari Lingkungan Hidup sedunia tahun 2011 ini. Hari Lingkungan Hidup sedunia ini, gue di ingatkan melalui Koran Jakarta yang gue beli saat di kereta Matarmaja seharga seribu rupiah, Jum`at kemarin. Mungkin kalo gue ga ada inisiatif atau gemar membeli koran dan membacanya, gue ga tahu kalau hari ini adalah peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia #abaikan. Seperti pepatah yang diplesetin, Koran adalah jendela dunia, bukan buku adalah jendela dunia. #apaansih

5 Juni, merupakan peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia atau dalam bahasa inggrisnya World Enviroment Day. Ya, di rubrik RONA Koran Jakarta headline nya menampilkan foto di suatu daerah entah dimana yang jelas kelihatan gundul hutannya, luas sekali. Kemudian di rubrik lainnya yaitu rubrik EKONOMI Koran Jakarta pun juga menampilkan headline yang agak serupa, yaitu kondisi pertambangan PT.Freeport Indonesia di Mimika yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang cukup parah. Media massa semakin memberikan peluit kencang pada masyarakat untuk membuka mata, bahwa kondisi lingkungan kita semakin kacau. Pernahkah anda berpikir berapa lama bumi akan bertahan? 5 tahun lagi, 50 tahun lagi atau seratus tahun lagi kah, atau…? entahlah.


Peradaban industri di abad ke-21 ini, membawa dampak multidimensi bagi manusia. Bukan faktor menguntungkan saja kawan, melainkan sejumlah aspek merugikan juga mengancam eksistensi manusia. Ditandai dengan apa? Ya seperti yang kawan-kawan ketahui, yaitu pulau Kalimantan salah satunya yang terkenal dengan kekayaan hutan alamnya yang sekarang ini dibabat terus-menerus.

Konsekuensi dari pembangunan adalah kerusakan lingkungan. Namun, Pembangunan yang melestarikan dan menjaga ekosistem alam itu yang seharusnya diperhatikan. Bumi sebagai tempat berpijak kita, dan tempat hidup bagi kita semua. Manusia  sebagai penguasa lingkungan hidup di Bumi sangat berperan besar dalam menentukan kerusakan lingkungan sekaligus kelestarian lingkungan hidup. Sebagai mahasiswa, peranan apa yang udah bisa kita berikan kepada keberlangsungan bumi khususnya di tanah air Indonesia?

Menghadapi tren ancaman global ternyata gak beda jauh dengan tren ancaman belum skripsi atau lulus kuliah. #ealah #apaansih

Gue jadi ingat sosok Chico Mendez seorang aktivis lingkungan hidup hutan Amazon,yang dikisahkan dalam film ‘the Burning Season’. Film tersebut sangat bagus dan menarik sekali loh untuk ditonton bareng kemudian didiskusikan. Tepat sekali, 2 bulan yang lalu The Burning Season benar ditayangkan juga di dalam perkuliahan seminar lingkungan yang di ajar oleh dosen muda kita Fadillah Putra. Gue sendiri sebenarnya heran dan berucap pada diri sendiri “lho koq, kuliah ada nonton filmnya ya, enak benar deh”. Memang saat itu saya, Irendy ichsan, Riza aditya dan Phay azura juga mengikuti perkuliahan tersebut karena diajak beliau untuk mengikuti kelas yang diajarnya.

Bukan sekedar kuliah yang hanya mendengarkan dosen ceramah kemudian kita tertib mencatat materi yang disampaikannya. Tetapi metode belajar beliau yang mengajak mahasiswanya untuk perlu tahu film-film yang patut untuk ditonton dan menginspirasi serta berperan aktif untuk diskusi. Beliau mencoba menstimulus kesadaran mahasiswa sebagai agent of change nya. Ya, mahasiswa sebagai agen perubahan, apa yang sudah kita lakukan bila melihat potret yang divisualisasikan di film tersebut? Kemudian Fadillah Putra juga menampilkan slide foto Nusantara dari Sabang sampai Merauke, menunjukkan foto kondisi pulau-pulau di Indonesia yang terdeteksi sudah rusak parah ekosistem alamnya.

“Bagaimana dengan kalian semua, ketika melihat daerah asal anda ternyata mengalami kerusakan lingkungan yang parah, apa kalian tidak tergerak? Apakah hanya diam saja ketika melihat itu semua layaknya sebagai penonton. Andai saja ada satu sosok Chico Mendez di daerah anda, atau satu Chico Mendez di fakultas kita? Dan ruh/jiwa nya Chico Mendez bisa ada disetiap orang yang ada dikelas ini, tentu terasa indah nya bumi ini dan sejuk.” tanya beliau kepada mahasiswanya. 

Ya, akhirnya saya pun jadi merenung.

Di hari peringatan Lingkungan Hidup ini, mari kampanyekan kepedulian terhadap lingkungan. Setidaknya dari hal kecil tersebut bisa menjadi perubahan yang okeh ditiru oleh kawan-kawan mahasiswa kita yang lain, atau mengingatkan nya jika dia hendak membuang sampah sembarangan atau yang terlihat bertindak jahat pada lingkungan. Seperti yang dikatakan Ban Ki Moon, "Mulailah dari diri sendiri, yakni gaya hidup yang ramah lingkungan dengan tujuan untuk menyelamatkan dan melestarikan lingkungan hidup, maka perubahan luar biasa baik pun bisa terjadi untuk Bumi." Jadi, aksi kecil apa yang bisa kawan lakukan di Hari Lingkungan Hidup sedunia ini? Cheers !