Sunday, March 31, 2013

Fasilitas umum tanpa diskriminasi. Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas

Fasilitas umum harus ramah dan nyaman. 

Pada kesempatan kali ini portal berita Kartunet News  mengajak untuk berkampanye pada fasilitas publik yang aksesibel tanpa batas bagi penyandang disabilitas. Dan kampanye ini juga berkerjasama dengan perusahaan telekomunikasi ternama yaitu XL Axiata 

                        


Penyandang cacat harus memiliki akses yang sama dengan manusia normal lainnya dan tidak boleh di diskriminasi. Itu poin pentingnya sih.

Fasilitas publik yang jauh dari nyaman? Hmm..menurut saya itu mengerikan ya. Sebelumnya saya ingin membagi menjadi dua, ada fasilitas publik untuk dalam ruangan, dan ada fasilitas publik untuk di dalam ruangan. Untuk saat ini fasilitas publik di luar ruangan, merupakan hal yang menarik untuk dibicarakan, karena mengapa? Karena fasilitas publik yang berada diluar ruangan masih belum aksesibel dan nyaman. Kondisi tersebut pun dirasakan oleh manusia normal (tidak cacat), apalagi untuk penyandang disabilitas? Lebih ironis lagi. Fasilitas di dalam ruangan di tempat umum, seperti toilet, lift,dll sudah cukup aksesibel. Tapi untuk yang diluar ruangan masih belum. Sepertinya begitu. Jika saya mengandaikan sebagai penyandang disabilitas, maka saya menjadi manusia yang diminta untuk tidak mandiri oleh pemerintah. Sungguh sulit di posisi sebagai penyandang disabilitas untuk mengharapkan fasilitas publik yang bisa aksesibel bagi mereka. Tak hanya fasilitas publik, tapi akses di bidang lainnya mungkin. Sulit.

Kondisi fisik yang tidak sempurna, tentu menjadi suatu hambatan bagi diri sendiri. Kita tak tahu kapan, ketika kita menghadapi suatu musibah untuk menjadi cacat. Namun kita harus siap akan hal itu.  Dan pemerintah juga harus siap, mengatasi permasalahan tersebut yang terjadi pada warga negaranya. Penyandang disabilitas di Indonesia cukup banyak. Namun, tentunya jika saya sebagai penyandang disabilitas, bukan berarti lalu putus asa begitu saja, begitupun dengan mereka. Saya dan mereka harus bisa tetap mandiri untuk bisa bertahan hidup dan mengurusi diri sendiri. Ini merupakan hal penting yang harus menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat akan kepedulian pada para penyandang disabilitas. Mereka juga manusia, mereka orang yang dari normal kemudian cacat atau mereka yang lahir dari ketidaksempurnaan fisik, punya hak untuk hidup.

Salah satu fasilitas publik yang harus aksesibel bagi penyandang disabilitas adalah transportasi umum. Hal itu menjadi penting ketika mereka berpergian. Pindah dari satu tempat ke tempat lain. Mengunjungi suatu lokasi yang ingin mereka ketahui atau tempat dimana mereka bekerja atau mengenyam pendidikan. Angkutan umum di tempat tinggal saya yaitu Kota Malang, masih belum bisa memberikan akses yang baik dan nyaman. Angkutan umum dengan tipe mobil carry itu tentu menyulitkan bagi penyandang disabilitas yang menggunakan kursi roda. Bagaimana dia bisa naik dengan sendiri? Alhamdulillah, kepedulian masih ada di masyarakat, yaitu dengan membantu mereka yaitu penyandang disabilitas naik ke angkutan umum. Kemudian ketika mereka sudah turun dari angkutan umum, hal penting lainnya adalah trotoar. Nah, untuk trotoar di kota saya, sudah cukup aksesibel namun belum menyeluruh. Malang telah memugar trotoar di beberapa ruas jalan, yang tadinya paving blok sekarang udah engga lagi. Pokoknya lebih nyaman dan ramah. Jika di prosentase untuk trotoar dan aksesibel untuk penyandang disabilitas sekitar 50% lah. Lumayan loh. 

Karena saya masih berstatus mahasiswa di Universitas Brawijaya, saya ingin menyampaikan perihal fasilitas publik penyandang disabilitas di dunia pendidikan. Fasilitas umum bagi penyandang disabilitas di kampus saya sudah cukup aksesibel untuk beberapa jenis penyandang disabilitas. Mengapa bisa demikian? Karena Universitas Brawijaya, menjadi salah satu Universitas yang mempelopori menerima mahasiswa disabilitas tahun 2012 lalu. Selain itu di Universitas Brawijaya juga memiliki PSLD (Pusat Studi& Layanan Disabilitas). Mereka yang penyandang disabilitas berkuliah dicampur dengan satu kelas mahasiswa dengan fisik yang normal. Namun, fasilitas umum bagi penyandang disabilitas memang masih belum sempurna dan terus dikembangkan. Diantaranya adalah fasilitas umum bagi penyandang disabilitas adalah jalan khusus (bukan beranak tangga) bagi penyandang disabilitas, agar mereka masuk ke gedung fakultasnya. Trotoar di area Universitas Brawijaya sudah sangat nyaman dan ramah. Lift juga sudah ada dibeberapa fakultas. Toilet juga disediakan khusus bagi penyandang disabilitas. Fasilitas pendidikan, huruf braille, dan alat bantu dengar juga ada. Tenaga pengajar juga sudah dibekali kemampuan untuk bisa berkomunikasi dengan penyandang disabilitas tuna rungu, tuna wicara. Dan juga tenaga pendamping (sifatnya sukarela, kebanyakan dari mahasiswa melalui proses open recruitment) yang selalu mendampingi mereka ketika mereka berada di area kampus. Fungsinya sebagai pendamping adalah jika mereka ada kesulitan dalam menangkap pelajaran dan membantu kesulitan lainnya yang perlu dibantu. Begitulah sekilas gambaran aksesibilitas fasilitas umum untuk disabilitas.







Infrastruktur fasilitas umum bagi penyandang disabilitas nampaknya masih di beberapa tempat tertentu saja. Seperti yang saya ketahui juga, yaitu di Kota Batu. Melihat alun-alun Kota Batu sekarang memang cantik sekali. Begitu nyaman dan bersih. Begitupun juga nyaman dan ramah infrastrukturnya bagi penyandang disabilitas. Namun, infrastruktur paling ramah bagi penyandang disabilitas di Kota Batu ya di Taman Kota/ Alun-alun Batu. Sekali lagi, jika saya sebagai penyandang disabilitas saya mengharapkan fasilitas umum yang universal. Mungkin juga universal traveling bagi penyandang disabilitas. Ini menyangkut hal fasilitas umum juga kan, coba kita amati, apakah lokasi wisata keindahan alam sudah ramah bagi penyandang disabilitas? Mereka juga berhak untuk menikmati keindahan surga dunia walaupun buta, bagi tuna daksa mereka berhak untuk melintasi jalan demi sebuah pemandangan yang bikin speechless, bagi tuna netra, mereka berhak menikmati aroma/udara keindahan yang berbeda dari sebelumnya. Mereka berhak tanpa ada terkecuali untuk di diskriminasikan. Penyandang disabilitas bisa bersaing, kita tak boleh takut untuk bersaing dengan mereka, mereka bisa mandiri, maka dari itu berikan hak yang sama bagi para penyandang disabilitas.

Friday, March 29, 2013

Dunia Semakin Maya


Hal yang selalu membuat gue menganga adalah ketika mengunjungi portal berita detik[dot]com di rubrik detikinet. Untuk media online berita gue emang biasa baca detik[dot]com. Di rubrik detikinet ini gue melihat perkembangan teknologi begitu cepat berkembang. Selalu ada hal baru yang diciptakan, selalu ada produk baru yang siap dipasarkan, selalu ada imajinasi baru soal gadget tersebut karena aneh dan kagum. Selalu ada iklan produk gadget baru yang menambah hasrat untuk segera memilikinya. Salah satu produk  Google yang terbaru yaitu eye glasses nya. Kereeeen! Canggih!

Benar-benar hebat! Jujur gue suka kecanggihan teknologi. Apalagi bisa punya gadget keren yang gue inginkan. Tanpa ada rasa panik. Tanpa ada rasa kecewa. Tapi ketika motivasi itu udah ada, kuasa materi gak mendukung, apa yang bisa diperbuat?Hmm. Btw, beneran, gue belum bisa memiliki gadget yang gue inginkan sampai sekarang ini. Produknya Apple. Semuanya. Hhehe. Tapi, gue punya gadget (mobile phone) yang tidak begitu keren, tapi sistemnya itu menunjang untuk melakukan komunikasi berjejaring yang luas. Gue pakai Xperia. Setiap gadget yang diciptakan jelas menimbulkan perbedaan kelas. Buktinya? Handphone yang gue beli setahun lalu pakai uang sendiri, udah gitu belinya nyicil pula. Hmm. Nah, itu dia, “nyicil”. Ini kekuatan iklan, produknya, kepanikan individu yang menuntut untuk bisa menyesuaikan dengan kondisi zaman? Hal yang menakutkan kah jika kita tidak bisa menjalani hidup dengan berbeda? Jelas menakutkan. Jujur, gue akui kalau engga mengikuti malah menjadi manusia yang tertinggal. Memiliki gadget canggih, ataupun engga canggih, yang jelas untuk komunikasi berjejaring. Informasi begitu mudah didapat dengan cepat melalui internet. Bisa menembus ruang,waktu, tempat dalam sekian detik. Kita bisa lebih kreatif dengan produk teknologi yang ada dan fitur-fitur yang disediakan, dan lain-lainnya. Menghabiskan peran hanya untuk gadget dan dalam dunia digital/dunia maya, sudah menjadi kebiasaan akrab kita. Distribusi informasi, gali informasi, jalin pertemanan silaturahmi, membuat janji untuk ketemuan, dan lain-lain ya kebanyakan via mobile phone, internet. Sudah jarang lewat surat, walapun masih ada. Lama dan gak efisien.

Layar mini menjadi tempat ternyaman “berjalan-jalan”. Bahkan sebagai tempat untuk melarikan diri yang asyik. Mengembara. Merinci untuk melaporkan kegiatan kehidupan sehari-harinya tanpa diminta atau sekedar untuk menemukan pengalaman-pengalaman baru. Pengalaman baru yang menjadi konkret pastinya. Atau kadang menjadi ikutan gerah dan asyik terjebak dalam rumor yang ramai diperbincangkan di dunia maya. Menjadi lebih gaul dan populer berinteraksi lewat dunia maya. Dan gue loyal sama kondisi itu. Demi kepentingan pribadi pastinya, dan budaya populer yang dominan sehingga gue gak bisa mengelaknya. Teramat banyak menemukan hal seperti itu gak hanya gue aja.

Kehidupan sehari-hari lebih dibentuk oleh praktik-praktik budaya populer. Dan kita gak bisa menolak itu kan? Dan kita senang pada hal itu kan?  


Thursday, March 28, 2013

Menyenangi Pancasila


Pada kenyataannya budaya adalah sesuatu yang hidup dan aktif berkembang, namun kenapa ideologi, yaitu Pancasila tidak begitu hidup dan aktif? Subyektif saya melihatnya demikian, saya pun juga merasakan demikian. Pancasila bukan menjadi konsumsi yang sedap untuk dilahap, diingat, apalagi diimpelementasikan nilai-nilainya.

Pengaruh yang paling besar adalah budaya. Budaya Populer sangat mempengaruhi kemungkinan terjadi perubahan sosial di masyarakat. Globalisasi menyerang dalam bidang politik, dan juga kultur sampai dengan gaya hidup yang paling sederhana. Tidak melulu sesuatu yang dari luar itu buruk, namun tergantung dari masyarakatnya yang bisa menyaring atau tidak. Sehingga tidak sampai terjerumus dalam proses ‘meminggirkan dan menghilangkan’ jati diri bangsa yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila masih belum menjadi sesuatu yang asing, kita masih sadar sama Pancasila kok, tetapi implementasi nilai-nilai Pancasilanya itu yang punah dan belum populer prakteknya. Dalam kondisi yang seperti ini, Pancasila harus mendapat perhatian penuh dan harus disadari oleh masyarakatnya. Pancasila sebagai pedoman hidup seperti kitab suci.


Penyair Jerman Goethe berkata, “orang yang tidak dapat belajar dari masa tiga ribu tahun berarti dia tidak memanfaatkan akalnya”. Goethe menjelaskan bahwa, dia tidak ingin kamu berakhir dengan keadaan yang begitu menyedihkan. Kemudian Goethe ingin melakukan apa yang dapat ia lakukan untuk memperkenalkanmu dengan akar sejarahmu. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Bung Karno pernah berkata yang populer dengan istilah ‘Jasmerah’ yang kepanjangannya adalah Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Mungkin cita rasa akan sejarah Indonesia dan  dasar negaranya yaitu Pancasila sudah tidak sedap untuk disantap, seperti makanan cepat saji (junk food) yang kini digemari masyarakat. Pengaruh budaya sangat besar, seperti makanan. Pada akhirnya kita sendiri yang menghendaki untuk menyesuaikan praktik budaya yang lagi tren dan sesuai dengan kondisi serba modern saat ini.


Jika saya tidak salah baca, bahwa negara tetangga kita yaitu Malaysia ingin menggunakan ideologi Pancasila. Wow! Itu artinya, Pancasila sudah begitu istimewanya di mata negara lain hingga ingin digunakan. Keren! Tapi kok kita tidak geram? Perseteruan dengan Malaysia tidak hanya berhenti di penyerangan di sektor budaya, kepulauan Indonesia, tetapi juga masuk dalam Ideologi negara yang ingin di ambil juga.


Dari beberapa kasus yang sudah pernah ada di negara kita, dari bidang sosial,politik hukum,dll. secara sederhana itu menandakan kita sebagai orang yang lemah. Kehidupan, dan waktu terus berjalan, kemudian budaya juga terus berproses tumbuh hidup berkembang. Mengapa tidak belajar dari pengalaman dan belajar apa yang dikatakan Goethe? Subyektif saya melihat, kita menyenangi sesuatu yang populer. Tren yang populer, gaya hidup populer, dan bahasa yang populer. Khususnya anak muda. Panca indera ketika masih remaja memang begitu asyik untuk menerima hal yang demikian, karena menghasilkan kesenangan. 


Pancasila harus menjadi komoditas yang menyenangkan. Pancasila harus bisa disalurkan menjadi gaya hidup yang bisa memengaruhi generasi muda. Gak sekedar cuma doktrin atau wacana. Tapi bisa ditonton dan dipertunjukkan dalam kehidupan sehari-hari mereka.