Tuesday, July 22, 2014

Prolog Confianza

Prolog
Confianza of Love
Dua raga, dua jiwa, dua hati, dua. Berbagi, bercengkerama, berdiskusi, bercerita, berpikir dan berkeyakinan satu..yakin akan perasaan, yakin akan rasa nyaman, yakin akan masa depan, yakin akan ketidakinginan untuk berpisah, yakin akan ‘CINTA’ (Confianza of Love).
                Aku pikir ini adalah sesuatu yang menarik jika kedua nya digabungkan. Hubungan jarak jauh menuntut kami harus lebih kreatif dalam hal berkomunikasi. Jelas, monoton adalah hal mutlak yang harus kami hindarkan. Namun tentu dalam kehidupan tetap ada fase jenuh dan bosan.
                Suka, senyum, tawa, bahagia, juga curiga, duka, haru dan kesedihan..Semua ingin dituangkan dalam rentetan kata yang membuat sebuah cerita, we call it GIMEL SAGA’. Saga yang berarti hikayat. Konfirmasi atas hubungan jarak jauh,konfirmasi atas sebuah imajinasi,  konfirmasi atas konflik keyakinan, dan konfirmasi lainnya. Dengan kata lain,  mesugestikan pikiran, kondisi, dan batin kami berdua. Confianza of Love.
Confianza of Love. Bisa jadi bukan menu yang mengenyangkan pikiran apalagi urusan hati.  Setidaknya ini bisa jadi stimulus romantisme kehidupan. Pengalaman adalah guru terbaik. Jika kau mempercayainya, kau kaya..atau hanya sekedar menambah referensi kisah dalam kamus hikayat kehidupan,membandingkan dengan keadaan personal dan pada akhirnya tetap akan membuat suatu kesimpulan..berkeyakinan. confianza!

                Titik.

ARLOJI

“Jam berapa sekarang?”

“Jam satu”

“Loh, di arlojiku jam tujuh”

Tawa kami pecah menyadari sahabat duabelas angka ini berbeda penunjuknya. Jarumnya sama-sama berhenti, tapi tawa kami tak terhentikan..menyisakan senyum. Senyum maaf untuk pedoman duapuluh empat jam yang fungsinya tak lagi seyogyanya, paling tidak untuk kami.

Sepasang arloji yang melingkar di pergelangan tangan, yang fungsinya beralih. Hanya sebatas estetika, tapi ceritanya untuk kami sungguh sebuah estetika cerita cinta yang luar biasa manis.

“Jadi itu mati?”

“Ya”

“Punyaku juga”

Penunjuk waktu itu ada di kamu, senyummu, ceritamu, tingkah lucumu, itu seperti urutan angka dalam arlojiku. Satu..dua..tiga..empat..dan seterusnya sampai gulita mulai datang.

“sudah malam, sudah gelap. Ayo pulang!”

“Jam berapa sekarang?”

Terdengar bunyi unik yang mengaum darinya. Disertai uap lelah yang terus terbang bebas.

Aku berkesimpulan, ini adalah jam dimana saat aktivitas telah usai. Usai dari kesibukan yang dapat terhitung dengan waktu. Sehari, seminggu, sebulan, statistik sekali pokoknya. Sebaliknya, denganmu seperti berjalan menggunakan splittimer/stopwatch, terasa begitu cepat. Menyambut pagi, meninggalkan siang, menyambut malam selanjutnya menyambut malam kembali.

“Jam sembilan. Es campur yuk?”

Tuh kan? Jelas sekali dia cuma bisa lihat gelap dan terang. Kuliner menu tertentu tak selalu 24 jam. Ada waktunya. Lain denganmu. Aku tak mengenal angka lagi jika sudah bersamamu. Tapi panggilan masuk dari kedua orangtua kami masing-masing.

“Sepertinya hari ini pulang lebih awal dari kemarin ya?”

“Kemarin kita pulang jam berapa?”

Hening tanpa jawaban..


Hai waktu..sungguh kau tak begitu punya arti vital untuk kami. Besok-besok arloji matiku ini tetap aku pakai..penunjuknya ada di matamu..mataku..mata kita berdua.

*Confianza story gita melisa, 20 Maret 2012

Friday, July 18, 2014

Testamen

Ketika ada kemunculan yang tak terduga, lalu timbul sebuah pertanyaan? Bagaimana cara menangani pertanyaan tersebut?

Dulu, saya pernah berimaji akan sebuah komoditas. Komoditas yang populer digandrungi oleh anak muda. Imaji untuk menghasilkan komoditas tersebut dihasilkan melalui buah ide/gagasan dari dua kepala. Pada akhirnya komoditas yang kami pilih adalah “jeans”.

Celana jeans yang merupakan komoditas kami, memiliki kekayaan semiotik yang khas. Tentunya karena produk celana jeans adalah sumber makna yang potensial. LFL dengan tagline nya “The Other Side Of Rebels”. Berusaha mengkonstruksi nilai dari merek dagang/barang dan mengsirkulasi ideologi agar bisa bermukim ke anak muda. LFL merepresentasikan aspek modis dengan aksen yang kuat dan rebel, walaupun demikian tetap halus dan ramah oleh beberapa kategori kelas sosial.

Bersama dengan kekuatan ideologi dan tema yang agak filosofis, saat itu kami yakin bisa mengeksploitasi fungsi material jeans  sebagai investasi identitas sosial. Kenyataannya adalah memang demikian fenomenanya di masyarakat kita. Berjalannya waktu, komoditas kami tersebut hanya berjalan satu tahun. Dengan hambatan pribadi masing-masing, akhirnya membuat compang melangkah.

Kemudian disinilah pertanyaan itu muncul. Memang, konsep tak bisa dikalahkan dan harus dipertahankan, tapi sumber daya manusia yang terlibat dalam gagasan, bukan jaminan untuk dipertahankan. Tapi, itu bukanlah menjadi ancaman yang harus dipermasalahkan. Dalam perjalanannya, masing-masing memiliki hikmah yang bisa diambil. Jika setiap orang ingin maju, mengapa kita harus pusing untuk bicara masa lalu. Bila memang kita masih muda, mengapa kita harus memikirkan masa lalu? Bukankah baiknya kita selalu berpikir kedepan dan tentang masa depan, right?

Menangani berbagai pertanyaan seputar komoditas tersebut,  loyalitas terhadap nama baiknya tentu  bukan hal yang perlu diragukan lagi. Karena komoditas yang dijual adalah sejarahnya juga. Dalam ranah waktu sekarang ini, memelihara jejak yang sudah dibuat adalah poin pentingnya. Maka dari itu bila pertanyaan itu muncul saya selalu jawab “masih ada dan tetap jalan kok, dan dijalankan oleh teman gagas saya bersama tim nya. Untuk saat ini, saya sedang fokus pada hal yang lain”. FYI aja sejujurnya saya akui dan senang juga, komoditas LFL sekarang ini sangat bagus dan progressnya begitu ciamik dengan inovasi konsepnya.

Setelah mencoba untuk membangun percakapan ke arah sana 18714 dan menceritakan segalanya dan berbagi tawa, doa dan harapan. Membuahkan kejelasan yang menyenangkan. In the end, saya merasa lega. Memberanikan itu terkadang tidak indah, tapi pasti “dapat diterima” kok karena itu aja cara pemuasannya. hehe.


Semoga sukses untuk kami berdua dalam berkarya. Amiin.