Wednesday, January 1, 2014

Aksi reaksi

Selalu menjadi sesuatu yang menyenangkan ketika melihat dia menulis dan membaca tulisannya. Menyadari bahwa dirinya memang belum menjadi seorang tukang cerita yang pandai.Namun dia tengah memperjuangkan salah satu dari impiannya. Pernah dia mendeklarasikan salah satu impiannya padaku, di sebuah tempat yang bukan lagi menjadi tempat tinggalnya. Saat kali pertama mengenalnya dan kita bercerita banyak hal di malam itu.

Malam terakhir di tahun 2013 dia tak mau kehilangan momen tersebut untuk mendekati impiannya. Aku mengapresiasinya. Pancingan itu tetap ada. Tetapi, memang keinginan hatinya juga untuk melakukan.  Kernyitan dahi dan wajah ketidakberdayaan. Kelihatannya dia memang sedang kebingungan apa yang harus diceritakannya. Menangkap juga pemandangan ketegaran, dia semakin meminggirkan kepasrahan, keluhan dan kemalasannya.  Tak mau waktunya sia-sia, semenit kemudian lembaran kertas di layar laptopnya muncul tinta hitam. Kata demi kata dituliskannya. Menerjemahkan imajinasinya. Tidak terbayang akan bentuk ceritanya nanti itu seperti apa. Dia tetap lanjut menulis.

Sayang, pada akhirnya dia tak bisa menyelesaikan. Tak perlu menjelaskan berbagai kemungkinan faktor ini itu mengapa. Hasilnya adalah “tidak selesai”. Tapi aku salut. Setidaknya dia sudah berusaha mencoba semampunya.

Menulis cerita memang menguras pikiran, tenaga dan menyita waktu. Maaf. Namun, bukankah dia harus semakin mendekati impiannya, aku sedang berusaha membantu. Menyelinap dalam kehidupannya untuk menggelorakan yang sebenarnya hal tersebut adalah sesuatu yang luar biasa dari dirinya. Karena untuk ke langit harus bisa terbang. Untuk bisa terbang maka perlu perbanyak jam terbang percobaan. Dan sekarang, dia harus mempertanggungjawabkan impian dirinya sampai titik terang.