Thursday, June 16, 2011

Gelembung ketidakseimbangan

Dalam diskusi yang diadakan oleh kawan BEM FIA mengenai pasar modern dan pasar tradisional cukup menarik juga untuk saya simpulkan melalui tulisan,tapi gue ingin mengurai tentang economic bubble nya yang mana dalam diskusi tersebut Fadillah Putra lontarkan. Dalam sesi diskusi Fadillah Putra menyampaikan pandangan nya dan mengakhiri paparannya dengan sebuah pertanyaan, “Siapa yang kalian bela?”,tanya Fadillah Putra kepada peserta diskusi. Pertanyaan tentang siapa yang harus dibela,Fadillah Putra memberikan gambaran seperti ini.

Ketika kalian yang pro pasar tradisional adalah ingin membela kaum miskin untuk bisa terangkat taraf hidupnya yaitu sorot saja petani, maka jelas kita yang pro petani menginginkan harga sembako menjadi mahal. Bagaimana dengan buruh? Yap, buruh akan terancam, karena harga sembako mahal. Begitu juga dengan sebaliknya ketika kita pro buruh, buruh menginginkan harga sembako menjadi murah, maka petani lah yang akan terancam. Di sentil lagi sama Fadillah Putra dengan pertanyaan kawan peserta diskusi, bagaimana kebijakan tersebut bisa berjalan selaras tanpa keduanya beradu.  

Sempat diuraikan penjeasan tentang Economic Bubble atau ekonomi balon. Sebuah istilah dalam siklus ekonomi yang ditandai dengan ekspansi yang cepat diikuti oleh kontraksi, sering kali dengan cara yang dramatis.

Fadillah Putra mengambil contoh dengan yaitu pedagang cilok,maka ini bagian menarik nya. Ketika halaman depan Gedung FIA tadinya hanya ada satu pedagang cilok dan harga cilok tersebut murah,enak dan banyak. Otomatis pedagang cilok tersebut dagangannya laris manis karena hanya satu-satunya pedagang cilok di depan FIA. Karena masih belum populer dan hanya ada satu pedagang cilok, maka tingkat produksi akan meningkat. Kesejahteraan dia akan meningkat taraf hidup nya. Nah, ketika orang lain melihat hal ini adalah sesuatu peluang yang menarik juga untuk dicoba, karena ini sangat menguntungkan  maka muncul lah pedagang cilok lainnya yang mencoba berjualan di halaman depang gedung FIA.

Disini harga semakin meningkat atau harga tetap tapi porsi agak dikurangi karena ramainya pembeli . Kemudian lahir lagi pedagang berikutnya dan berikutnya.  Apa yang terjadi? Pedagang cilok lama kelamaan semakin banyak dan kemungkinan untuk laku akan berkurang,pendapatan jelas berkurang karena semakin banyaknya pesaing dan masyarakat juga sudah bosan mengkonsumsi cilok.

Siapa yang merugi? Yaitu pedagang cilok yang baru muncul. Siapa yang untung? Yaitu pedagang cilok yang muncul pertama kali berjualan sebagai trendsetternya.  Nah cerita singkat tersebut merupakan gambaran ketidakseimbangan dari maraknya bisnis tersebut .

Pak Fadillah menjelaskan bahwa, para pelaku pasar maupun ekonom tidak menginginkan grafik harga terus meningkat karena akan menyebabkan kehancuran.  Jika grafik tersebut  sampai terus menanjak tajam sampai memuncak, maka siap-siap saja menikmati letusan nya yang pada pada akhirnya akan mengalami kejatuhan harga pasar. “Idealnya adalah grafik tersebut tidak mencapai kemiringan 50 derajat lebih, bahkan kemiringan 45 derajat saja pun juga sudah was-was”, cerita Fadillah Putra.

Mungkin,bagi pedagang tidak penting memikirkan jangka pendek/panjangnya itu bagaimana,karena bagi mereka adalah yang penting dia berjualan apa yang lagi menjadi trend di masyarakat.

2 comments:

E L A S T R A said...

gak baku... dan 1 paragraf panjang bosan yang baca nantinya,,
dibenahin gak bakal jadi tulisan rusak deh,,
Sapere Aude,,

tulisanrusakblok G said...

wah..makasih koreksian nya mba dina.