Pada kenyataannya budaya adalah
sesuatu yang hidup dan aktif berkembang, namun kenapa ideologi, yaitu Pancasila
tidak begitu hidup dan aktif? Subyektif saya melihatnya demikian, saya pun juga
merasakan demikian. Pancasila bukan menjadi konsumsi yang sedap untuk dilahap,
diingat, apalagi diimpelementasikan nilai-nilainya.
Pengaruh yang paling besar adalah budaya. Budaya Populer sangat
mempengaruhi kemungkinan terjadi perubahan sosial di masyarakat. Globalisasi
menyerang dalam bidang politik, dan juga kultur sampai dengan gaya hidup yang
paling sederhana. Tidak melulu sesuatu yang dari luar itu buruk, namun
tergantung dari masyarakatnya yang bisa menyaring atau tidak. Sehingga tidak
sampai terjerumus dalam proses ‘meminggirkan dan menghilangkan’ jati diri bangsa
yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila masih belum menjadi sesuatu yang
asing, kita masih sadar sama Pancasila kok, tetapi implementasi nilai-nilai
Pancasilanya itu yang punah dan belum populer prakteknya. Dalam kondisi yang
seperti ini, Pancasila harus mendapat perhatian penuh dan harus disadari oleh
masyarakatnya. Pancasila sebagai pedoman hidup seperti kitab suci.
Penyair Jerman Goethe berkata, “orang yang tidak dapat belajar
dari masa tiga ribu tahun berarti dia tidak memanfaatkan akalnya”. Goethe
menjelaskan bahwa, dia tidak ingin kamu berakhir dengan keadaan yang begitu
menyedihkan. Kemudian Goethe ingin melakukan apa yang dapat ia lakukan untuk
memperkenalkanmu dengan akar sejarahmu. Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia. Bung Karno pernah berkata yang populer dengan istilah ‘Jasmerah’
yang kepanjangannya adalah Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Mungkin
cita rasa akan sejarah Indonesia dan dasar negaranya yaitu Pancasila
sudah tidak sedap untuk disantap, seperti makanan cepat saji (junk food) yang
kini digemari masyarakat. Pengaruh budaya sangat besar, seperti makanan. Pada
akhirnya kita sendiri yang menghendaki untuk menyesuaikan praktik budaya yang
lagi tren dan sesuai dengan kondisi serba modern saat ini.
Jika saya tidak salah baca, bahwa negara tetangga kita yaitu
Malaysia ingin menggunakan ideologi Pancasila. Wow! Itu artinya, Pancasila
sudah begitu istimewanya di mata negara lain hingga ingin digunakan. Keren!
Tapi kok kita tidak geram? Perseteruan dengan Malaysia tidak hanya berhenti di
penyerangan di sektor budaya, kepulauan Indonesia, tetapi juga masuk dalam
Ideologi negara yang ingin di ambil juga.
Dari beberapa kasus yang sudah pernah ada di negara kita, dari
bidang sosial,politik hukum,dll. secara sederhana itu menandakan kita sebagai
orang yang lemah. Kehidupan, dan waktu terus berjalan, kemudian budaya juga
terus berproses tumbuh hidup berkembang. Mengapa tidak belajar dari pengalaman
dan belajar apa yang dikatakan Goethe? Subyektif saya melihat, kita menyenangi
sesuatu yang populer. Tren yang populer, gaya hidup populer, dan bahasa yang
populer. Khususnya anak muda. Panca indera ketika masih remaja memang begitu
asyik untuk menerima hal yang demikian, karena menghasilkan kesenangan.
Pancasila harus menjadi komoditas yang menyenangkan. Pancasila
harus bisa disalurkan menjadi gaya hidup yang bisa memengaruhi generasi muda.
Gak sekedar cuma doktrin atau wacana. Tapi bisa ditonton dan dipertunjukkan
dalam kehidupan sehari-hari mereka.
No comments:
Post a Comment