Thursday, March 28, 2013

Menyenangi Pancasila


Pada kenyataannya budaya adalah sesuatu yang hidup dan aktif berkembang, namun kenapa ideologi, yaitu Pancasila tidak begitu hidup dan aktif? Subyektif saya melihatnya demikian, saya pun juga merasakan demikian. Pancasila bukan menjadi konsumsi yang sedap untuk dilahap, diingat, apalagi diimpelementasikan nilai-nilainya.

Pengaruh yang paling besar adalah budaya. Budaya Populer sangat mempengaruhi kemungkinan terjadi perubahan sosial di masyarakat. Globalisasi menyerang dalam bidang politik, dan juga kultur sampai dengan gaya hidup yang paling sederhana. Tidak melulu sesuatu yang dari luar itu buruk, namun tergantung dari masyarakatnya yang bisa menyaring atau tidak. Sehingga tidak sampai terjerumus dalam proses ‘meminggirkan dan menghilangkan’ jati diri bangsa yang terkandung dalam Pancasila. Pancasila masih belum menjadi sesuatu yang asing, kita masih sadar sama Pancasila kok, tetapi implementasi nilai-nilai Pancasilanya itu yang punah dan belum populer prakteknya. Dalam kondisi yang seperti ini, Pancasila harus mendapat perhatian penuh dan harus disadari oleh masyarakatnya. Pancasila sebagai pedoman hidup seperti kitab suci.


Penyair Jerman Goethe berkata, “orang yang tidak dapat belajar dari masa tiga ribu tahun berarti dia tidak memanfaatkan akalnya”. Goethe menjelaskan bahwa, dia tidak ingin kamu berakhir dengan keadaan yang begitu menyedihkan. Kemudian Goethe ingin melakukan apa yang dapat ia lakukan untuk memperkenalkanmu dengan akar sejarahmu. Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Bung Karno pernah berkata yang populer dengan istilah ‘Jasmerah’ yang kepanjangannya adalah Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Mungkin cita rasa akan sejarah Indonesia dan  dasar negaranya yaitu Pancasila sudah tidak sedap untuk disantap, seperti makanan cepat saji (junk food) yang kini digemari masyarakat. Pengaruh budaya sangat besar, seperti makanan. Pada akhirnya kita sendiri yang menghendaki untuk menyesuaikan praktik budaya yang lagi tren dan sesuai dengan kondisi serba modern saat ini.


Jika saya tidak salah baca, bahwa negara tetangga kita yaitu Malaysia ingin menggunakan ideologi Pancasila. Wow! Itu artinya, Pancasila sudah begitu istimewanya di mata negara lain hingga ingin digunakan. Keren! Tapi kok kita tidak geram? Perseteruan dengan Malaysia tidak hanya berhenti di penyerangan di sektor budaya, kepulauan Indonesia, tetapi juga masuk dalam Ideologi negara yang ingin di ambil juga.


Dari beberapa kasus yang sudah pernah ada di negara kita, dari bidang sosial,politik hukum,dll. secara sederhana itu menandakan kita sebagai orang yang lemah. Kehidupan, dan waktu terus berjalan, kemudian budaya juga terus berproses tumbuh hidup berkembang. Mengapa tidak belajar dari pengalaman dan belajar apa yang dikatakan Goethe? Subyektif saya melihat, kita menyenangi sesuatu yang populer. Tren yang populer, gaya hidup populer, dan bahasa yang populer. Khususnya anak muda. Panca indera ketika masih remaja memang begitu asyik untuk menerima hal yang demikian, karena menghasilkan kesenangan. 


Pancasila harus menjadi komoditas yang menyenangkan. Pancasila harus bisa disalurkan menjadi gaya hidup yang bisa memengaruhi generasi muda. Gak sekedar cuma doktrin atau wacana. Tapi bisa ditonton dan dipertunjukkan dalam kehidupan sehari-hari mereka. 

No comments: