Ditulis pada 8 November 2011
Siang hari. Di lorong kelas kampus, menunggu jam mata kuliah
Kepemimpinan.
Aniono dan Bakrizal memang hebat ya. Jarang lho orang yang bisa seperti mereka.
Puji Fahri dengan tulus.
Hebat apanya,ri? Kenapa kau memuji bangga seperti itu?
Sambil berpikir mengapa.
Ya,mereka berdua mendapat gelar bintang jasa Adipradana
karena telah memberikan sumbangsih yang sangat berguna bagi negara, terang
fahri. Dan mereka pantas.
Kembali bertanya-tanya dalam hati.
Kok saya tidak merasakan apa-apa terhadap atas peran mereka?
Mengenal nya saja pun tidak,apalagi merasakan jasa mereka, jelas mutia. Sambil
menggeleng-gelengkan kepala. Heran.
Dalam pengalaman Indonesia yang saat ini sedang terpuruk,
tidakkah harusnya mereka berpikir dan instropeksi. Semudah itukah mendapatkan
gelar bintang jasa tersebut. Prestasi apa yang sudah diberikan bagi negeri ini?
Tertarik dari rasa ingin tahuku, aku bertanya pada kawan
kuliahku si narno. Dan terjadilah diskusi singkat untuk menjemput jam kuliah ..
Aku sudah mengemukakan hal ini pada fahri. Tapi fahri tetap
memuji sang penerima bintang jasa.
Mutia memulai pembicaraan diskusi.
Hey, ini seperti barang yang diobral secara murah. Apakah
karena memang sebentar lagi menjelang lebaran sehingga semuanya serba diobral
murah? Ataukah ini dampak dari iklan-iklan operator yang bersaing menawarkan
bonus ini itu secara cuma-cuma?
Aku cemas,sangat cemas sekali terhadap apresiasi pada orang
yang dinilai berjasa kepada negara. Jangankan untuk tokoh yang akan disematkan
bintang jasa nanti pada Hari penting Nasional. Pahlawan yang sudah jelas
berjasa pada Negara ini pun sudah agak kita abaikan (lupakan) jasa-jasa nya.
Ditambah lagi,dengan pemberian penghargaan bintang jasa yang terkesan seperti
tiket kereta kelas ekonomi.
Saya juga heran !, narno menimpali ucapan mutia. Padahal
negeri ini sangat membutuhkan sosok pemimpin yang menunjang pembangunan bangsa
dan negara.
Apa yang diperlihatkan oleh bakriezal pada negeri ini yang
dimana sampai saat ini kasus lapindo belum juga terselesaikan tanggung jawabnya.
Keadilan yang seharusnya didapat rugi atas tanah mereka, kini hak tersebut terendam lumpur juga. Karena bagi saya
keadilan itu lebih diartikan sebagai prestasi tertinggi. Yang merisaukan disini
adalah kenapa tokoh seperti bakriezal layak mendapatkan penghargaan bintang
jasa?
Tidak semua rakyat, seperti kami menghendaki. Dimana
demokrasi yang seutuhnya? Sudah ada uji publik nya belum atau ini lagi-lagi
permainan politik? jelas narno dengan nada berapi-api.
Kami tidak keberatan jika mereka mendapatkannya, tapi tolong
kewajiban harus diutamakan lebih dahulu. Satu lagi, coba lebih selektif dalam
menentukan.
Mutia masuk pembicaraan. Benar,no! partisipasi rakyat dalam
sebuah intervensi itu kan harus selalu ada ya?,tanya mutia.
Iya, benar mut. Partisipasi rakyat menentukan mutu demokrasi.
Mungkin bisa dilakukan uji publik terlebih dahulu.
Kembali pada hal sikap politik atau bukan, membereskan basis
kekuatan citra partai nya atau apalah. Yang jelas rakyat kelas bawah selalu
berada pada pusaran penderitaan. Kelas atas yakni elite politik selalu berjuang
demi kemakmuran diri nya sendiri maupun golongan nya.
Demikian pun, persoalan penghargaan bintang jasa ini muncul
akibat representasi yang dinilai seperti pembagian jatah prestasi. Sepintas
memang kami tidak dirugikan sama sekali. Tapi sejarah akan mencatat itu. Ini
menjadi kebutuhan nyata dan mendesak ,untuk keperluan negara ataukah ini
menyangkut urusan politik semata yang semakin hari tak dapat dihindari
urgensinya?
Dari kejauhan tampak seorang pria yang berkumis tebal dan
berkacamata hitam,bercelana jeans, serta rambut bela tengah. Dan obrolan pun berakhir.
Hey..Mut,No. Pak Fadil sudah datang tuh. Ayo kita masuk
kelas.
No comments:
Post a Comment