Hujan. Meruya Ilir Raya
21 Desember 2012, 14.15
Mataku tertuju pada satu bidang yang transparan,
menuju sebuah jalan yang basah dan akan terus basah. Kemarin, hari ini, di jam
yang sama, tempat yang sama. Seperti ada membran menyelubungiku disini,
berbatasan dengan bidang transparan itu, dan membran yang ke-2 muncul lagi,
berbatasan dengan jalan, mesin, asap, bising, manusia sibuk dengan mata-mata
menerawang, entah berpikir alasan hujan, menghitung bulan hingga kemarau
datang, menghitung barang dagangan, mengingat keluarga, kosong memperhatikan
hujan, tersenyum diantara kelabunya awan, kedinginan, dan mata-mata lain yang
mungkin hilang bersamaan dengan lewatnya mereka di depan mataku.
Ruang ini, aku hanya butuh teman, bicara
kesana-kemari, bau kopi, renyahnya tawa, tapi siapa yang tau isi hati
masing-masing.
Tahukah dimana pikiranku berada? Di suaramu,
gelisahmu, kata-kata datar darimu, tertawa terpaksa, dan aku mulai tahu. Aku,
disini bersamaan dengan semua deskripsi mataku.dan kamu disana dengan segala
pemikiran dan rasa bosanmu mungkin.
Kesimpulannya, aku rasakan perubahan. Seperti awan
yang sekarang berubah jadi lebih gelap. Dan aku tetap ditempatku, berharap awan
itu segera cerah. Kamu juga..semoga segera cerah, seperti biasa :)
Hujan. Arjosari.
21 Desember 2012, 14.59
Film 2012 menjadi pengantar tidurku, padahal film
tersebut sudah ada 2 tahun sebelum prediksi yang diluncurkan oleh banyak orang
terkait badai matahari, kemudian dikuatkan lagi oleh hitungan kalender menurut
suku maya. Film tersebut diputar oleh salah satu stasiun tv dengan program
acara terbanyak.
Setelah terbangun dari tidur pagi, mataku masih
menangkap sesuatu keadaan dengan baik. Indera kulitku juga menangkap hangatnya
sinar matahari yang membangunkanku, bahwa hari berjalan seperti biasanya.
Padahal sekarang adalah musim hujan.
Kehidupan terus berjalan, roda waktu terus berputar
dengan segala macam perubahan yang terjadi. Manusia, tentu harus jeli menangkap
pertanda dan perubahan yang terjadi.
Tak terasa tahun akan segera berganti, hujan selalu
menjadi pengantar perubahan bumi. Bersyukur, ketika hujan turun, sang pencipta
alam semesta masih memberikan kehidupan bagi bumi, banyak rezeki, dan persepsi
lainnya yang baik ketika hujan turun.
Ketika hujan turun, pasti selalu ada beberapa detik
yang membuat kita terdiam, merenung, berpikir. Seperti dirimu yang mungkin
sedang menerawang teka-teki kehidupan, perasaan atau lainnya. Berteduh,
memandangi hujan, setidaknya itu ritual untuk menghormati hujan.
Hampir sama seperti adzan. Setelah hujan berhenti, kerumunan manusia keluar dari tempat berteduhnya masing-masing. Melanjutkan aktivitasnya kembali, sekaligus berusaha menyelesaikan pekerjaan yang tertunda atau mimpi kecil yang belum terwujud.
Hampir sama seperti adzan. Setelah hujan berhenti, kerumunan manusia keluar dari tempat berteduhnya masing-masing. Melanjutkan aktivitasnya kembali, sekaligus berusaha menyelesaikan pekerjaan yang tertunda atau mimpi kecil yang belum terwujud.
No comments:
Post a Comment