24 Oktober
2012
Malam hari,
di kediaman beliau. Saya berkunjung seorang diri, karena kangen ingin bertemu
dan ngobrol bersama beliau. Ya, beliau sedang pulang ke tanah air untuk
sementara waktu, tidak lama, bahkan tidak sampai sebulan lalu kembali lagi ke
Australia.
Saat saat
berkunjung kerumahnya, ternyata sudah ada tamu dari rekan mahasiswa satu
fakultas. Selalu ada tamu di rumah beliau. Rumah beliau memang sering didatangi
mahasiswa (lebih sering). Berdiskusi, bercerita sana sini, apapun yang bisa di
obrolkan. Obrolan dirumah itu selalu mengandung manfaat besar, mendapat sesuatu
yang baru. Nyatanya, tamu yaitu mahasiswanya pun bisa dibilang lebih sering
menyimak apa yang beliau ceritakan, menjawab apa yang mahasiswanya tanyakan.
Tetap kami berdiskusi. Saat itu ada
Nasrun,dan kawan-kawan pergerakan dari PMII. Saya datang ketika mereka semua
sedang membahas suatu topik. Tentang filsafat, dan studi agama. Diskusi dengan
kopi dari beliau dan suguhan cemilan entah itu khas darimana, beliau bilang,
“nih git, oleh-oleh dari Lebanon.” Saya amati, loh kok kaya dodol ada kacang
hijau gitu. Saya ambil satu cemilan tersebut untuk mencicipinya, dan enak tapi
gak doyan. Lidah ndeso. hhe
Suasana
kembali ke ritme awal, melanjutkan obrolan mereka sejak awal. Dan saya masih
menyimak. Pak Fadil masih menjelaskan tentang agama. Mengapa studi agama itu
masih ada? Apa yang dikaji? Beliau menjawab, dengan pernyataan pertanyaan. Jika
agama masih dipakai dalam studi? Apa yang dikaji. Kebenaran apa yang dicari?
Mengapa harus ada? Untuk apa?
Berbicara
soal agama, banyak hal yang diuraikan beliau. Jika agama sebagai objek?
Kemudian beliau melakukan perbandingan dengan sebuah “taik” sebagai objek.
Agama itu bersifat kontekstual. Tuhan, jangan dimaterikan. Pembuktiannya? Jika
tuhan ada bentuk materinya? Lalu apa yang dikaji? Oh yaudah, gitu kan
bentuknya, terus?
Ya, agama adalah
sebuah doktrin. Agama adalah sebuah keyakinan yang urusan personal yang
dijadikan sebagai alat eksistensi. Jika studi agama masih ada? Lalu produk dari
studi agama itu sendiri apa? bagaimana dengan ‘taik’ tadi? Jika ‘taik’ itu
dijadikan studi yang lebih penting dikaji? banyak temuan menarik yang bisa
dikaji dari taik.
Kemudian,
benda-benda seperti korek api. Itu adalah produk dari filsafat. Lalu agama? Misal
islam dengan segala ajaran warisan pengetahuannya. Mengapa korek baru bisa ada
jaman sekarang dengan bentuk yang begitu memudahkan manusia? itulah produk dari
filsafat. Ditinjau dari segi ekonomi, korek ya ada, dari segi politik ya ada,
dari segi teknik ya ada juga, dan macam-macam. Sama juga seperti partai politik. Mungkin banyak yang tidak suka dengan parpol. Barangkali mungkin ada ungkapan dari kalian seperti ini "ah,mending gak usah ada partai, gak memberikan sesuatu yang besar, perannya cuma bikin rakyat bingung, kadernya oportunis dan machiavelis. Sarang koruptor. Lalu? bubarkan!
Salah! Bagaimana pun juga, sebobrok apapun partai yang ada di Indonesia ini, ya mereka tetap harus ada. Sistem pemerintahan kita parlementer. Partai politik ada juga untuk kebangkitan lokal, keterwakilan aspirasi. Sama seperti analogi korek api juga. Sebelum menjadi korek api yang modern, tinggal pencet terus nyala apinya, yaitu api yang dimunculkan dari batu. Fungsinya penting kan. Biarpun itu korek api modern macam cricket walau rusak, korek api itu bisa nyala harus dengan bantuan percikan api yang lain. Intinya tetap bisa digunakan dan berfungsi. Partai politik juga tetap ada positifnya.
Agama
(islam) dalam ajarannya, pun juga sekedar kontekstual. Tapi tidak relevan.
Misal, puasa. Apa iya itu bisa diterapkan di negara-negara bagian utara? Yang
bisa diketahui matahari bisa dua bulan ada terus, dua bulan berikutnya gelap
terus. Bahwa puasa, dimulai dari terbit fajar, hingga terbenam matahari. Lalu?
Apa iya manusia bisa di alaska bisa hidup menjalankan perintah agama islam?
Tidak kan.
Lalu? Produk
dari studi pemikiran agama itu apa?
Ada contoh
menarik lagi, yaitu “apakah diperbolehkan sholat sambil megang manuk?”,
jawabnya salah toh (menurut rukun sholat). Kemudian, 1+1=2, bagaimana dengan
1+1=3 ? ya salah juga. Tapi substansi salahnya itu berbeda. Barangkali bicara
baik benar itu bisa beda arti/makna seperti baik buruk. Nah, makanya, mengapa
filsafat tidak bisa disatukan dengan agama. Filsafat ada, untuk melakukan
pencarian. Tapi kalo agama untuk kebenaran.
Masih banyak
yang gak bisa saya uraikan, dan intinya, saya belajar lagi sesuatu hal, dan saya
masih selalu merasa bodoh setiap pulang berkunjung dari rumah beliau. Bagaimana dengan
kalian?
No comments:
Post a Comment