Sunday, April 14, 2013

Kisah Perubahan


Setiap zaman memiliki prestasi masing-masing. Karena setiap zaman selalu ada perbedaan karya. Dan karya itu harus di apresiasi bagaimanapun juga. Karya yang lahir itu merupakan hasil dari sebuah kerja keras. Ada kerjasama disitu. Bisa juga individual. Namun konteks kali ini adalah karya dari team work. Setiap generasi memiliki bibit-bibit manusia yang berbeda. Secara luas. Baik itu berkualitas dan tidak. Namun, jika team work itu bisa bekerja dengan baik, maka bibit yang tidak berkualitas pun menjadi unggul. Yang sudah berkualitas akan makin unggul. Berdasarkan pengamatan, regenerasi tiap tahun selalu mengalami perkembangan baik. Setidaknya, saya menyambut senang dengan kenyataan tersebut. Walau masih ada kekurangan.

Bukan berarti mereka pantas untuk bisa sombong, tetapi mereka layak untuk dihargai, dihormati. Saya akui itu. Ini bukan kerja atas satu individu, tetapi banyak orang di kepengurusannya. Kepemimpinan seseorang memegang peranan penting dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya. Ini mutlak bukan hasil dari kepemimpinan satu orang. Ingat ya! Pahamilah juga tentu seorang pemimpin pasti memerlukan bantuan dari bawahannya, dan perlu berhati-hati juga pada bawahan, karena mereka punya kekuatan besar juga untuk menjatuhkan seorang pemimpin. Ya, ini hasil dari kepemimpinan dari setiap pemimpin divisi dan setiap orang-orang didalamnya yang memiliki jiwa kempemimpinan cukup matang. Semua saling melakukan pembelajaran, dan saling berbagi ilmu. Cukup solid, tapi tidak kuat dan hebat. Mereka cukup eksis tapi tidak greget. Tapi kepengurusan mereka membuat saya gregetan, envy pokoknya. Tiap zaman sepertinya juga begitu, ada saja hal yang membuat iri. Wajar. Tapi ada prestasi juga yang tidak bisa dikalahkan di tiap generasi. Lucu, tapi kenyataan. 

Ada pepatah yang mengatakan, meraih kejayaan itu bisa saja, tapi untuk mempertahankannya itu yang tidak mudah. Ada hasil perjuangan yang harus diteruskan di generasi berikutnya, ada prestasi yang harus dipertahankan agar tidak hancur organisasi tersebut. Ada sanksi moral yang harus dipertanggungjawabkan pada masa depan generasi berikutnya. Itu masih saya lakukan, begitupun dengan orang-orang hebat (orang-orang jadul pun, diatas saya) yang sudah selesai mengabdi di organisasinya, tetapi masih terus mengawal perkembangan organisasi yang pernah mereka geluti. Tidak salah bahwa inilah yang dinamakan sebuah keterikatan keluarga besar organisasi. Ada tali silaturahmi yang terus hidup, ada ruh organisasi yang masih bersemayam di jiwa para alumninya. Ada rasa kebersamaan, dan romantisme konflik di zamannya yang membuat menjadi terikat dan tidak bisa lepas. Tentunya hanya beberapa orang saja. Tidak perlu semuanya. Ini ke sukarelaan, kepeduliaan dari seorang alumni kepada pahlawan organisasi yang sedang berjuang. Layaknya seperti kemerdekaan Negara republic Indonesia, kita harus terus mengawal dan mempertahankan almamater kecintaan kita. Tempat dimana kita berproses, tempat kita ditempa menjadi orang yang hebat dan bermanfaat. Memiliki sejumlah keahlian di beberapa bidang. Kaya akan wawasan pengetahuan. Insyaallah.

Ada rasa kekhawatiran dan rasa gelisah. Ketika mendengar, bahwa angkatan berikutnya belum bisa untuk dilepas, dan belum cukup untuk memimpin organisasi tersebut. Wajar. Tentu ada pertimbangan dari angkatan sebelumnya yang sekarang baru saja sudah selesai masa baktinya. Sah-sah saja. Kalau dari saya, tetap mengawal saja dan tidak mau ikut campur lebih dalam. Ada batasan yang tidak boleh dilalui. Ini regenerasi, mereka harus bisa menentukan apa yang harus dilakukan. Kami cuma sebagai orang yang mengamati lalu lintas di jalan raya, lalu ketika ada orang yang bingung, bertanya pada sebuah alamat, kami hanya memberitahu saja dimana orang tersebut harus menuju kesana. Ya seperti itu posisi kami. Ada petunjuk yang kami berikan, kami yang tahu peta. Jangan sungkan untuk bertanya. Toh tetap kalian juga kan yang memutuskannya. Silakan. Itu bebas.

Ada semacam rasa kurang percaya dari generasi sekarang pada generasi yang berikutnya. Namun, inilah dilema. Kepemimpinan berikutnya bisa dibilang akan dipegang oleh perempuan. Mayoritas memang banyak perempuan, yang berkompeten memang masih perempuan di angkatannya. Saya jadi ingat sosok almarhum Margaret Thatcher. Dia dikenal sebagai ‘iron lady’. Karena sosok kepemimpinannya yang tegas dan berani. Sempat disepelekan, karena belum pernah ada sebelumnya sosok perempuan di dalam parlemen inggris. Dengan pantang menyerah dan terus berusaha menunjukkan hasil, segala keputusan yang agak beda (tidak populer), namun semuanya bisa dipertanggungjawabkan dengan baik.  Ada nilai positifnya. Margaret orang yang kekeuh, sangat berpendirian teguh apa yang diyakininya. Ada resiko yang berani dia ambil. Ada tantangan yang menjadi sumber energi motivasi untuk bisa mencapai tujuannya. Margaret Thacher berkata, “Anda mungkin harus bertarung dalam suatu pertempuran lebih dari satu kali untuk memenangkannya.” Jangan pantang menyerah dan putus asa, mungkin itu. Bukan percaya diri juga, tapi optimis. Tetapi bukan berarti harus menaruh kepercayaan diri (apalagi tinggi) takutnya malah menjadi kesombongan, arogansi yang berakibat pada kehancuran juga. ‘Jumawa’ dalam bahasa jawanya kalau tidak salah. Sudah hampir 5 periode dipimpin oleh kaum adam. Organisasi kita juga pernah dipimpin oleh perempuan. Tak sedikit banyak hal keren dari kepemimpinan perempuan. Saya enggan untuk menceritakan lebih detail, takut salah cerita, karena saya agak pelupa. Tapi bila melihat para perempuan yang pernah memimpin organisasi kita sebelumnya dengan keadaan sekarang, mereka sukses. Mungkin teman-teman tahu sedikit siapa saja yang sukses dan kita bangga memiliki alumni yang hebat.

Aku yakin, bila kita tetap mengawal perjuangan yang akan diteruskan oleh mereka, insyaallah semuanya berjalan dengan baik. Ada level berikutnya yang bisa dicapai. Terlebih, saya bangga dan salut sama generasi yang baru selesai masa baktinya, ada  banyak perubahan positif besar yang dihasilkan. Dan itu keren! Salam cinta pada kalian semua.

No comments: